PUISI UNTUK IBU


The Eternal Longing
  Dedicate for my Mother 

When the cold night pierces the skin,
The silence split with anxiety.
I ran toward the voice with certainty
Be a witness to the struggle of her pain. 

 Looking for help in every direction I can
 God, please return the half-breath you took.                                        
 I want to see that smile again,
 Like a rainbow with a beautiful look

The sun comes with light and warm
But her hands was getting cold
She just lay with pain without blood
Tears grin fell, vibrating my arm

I gripped her fingers tight,
Until I fall asleep on her beside
 And the sun begins to hide the light
 The grip was no longer tight



I don’t want to be a lonely cloud
Surviving alone in the storm crowd
I am not ready to lose her loving
I am not ready to endure this eternal longing

Puisi ini saya dedikasikan untuk almh. Ibu saya. Puisi ini saya tulis untuk memenuhi tugas mata kuliah Poetry. Ide ini muncul ketika saya merasa rindu akan sosok beliau, ketika membaca kembali puisi ini. otak saya seperti sebuah kaset film yang memutar kembali kenangan bersama beliau, bagaimana beliau berjibaku dengan sakitnya hingga akhirnya Tuhan memanggil beliau lebih dulu karena sayang. 

Beliau menderita stroke selama hampir 4 atau 5 tahun lamanya, yang mengakibatkan kelumpuhan pada bagian tubuh sebelah kanannya. Namun hal itu tak menjadi masalah, beliau tetap beraktivitas seperti biasa,  bahkan menyiapkan sarapan untuk saya sebelum pergi kesekolah dan membuatkan secangkir kopi untuk bapak. Tidak ada yang beliau keluhkan dari sakitnya itu.

Setiap tengah hari, beliau selalu duduk di teras belakang rumah, untuk menunggu kepulangan suami dan anak-anaknya. Berjalan dengan menyeret sebelah kakinya untuk sampai keteras. Beliau menjadi tempat saya bercerita di malam hari, bahkan masih menemani saya tidur ;) semua beliau lakukan seolah untuk meyakinkan bahwa dengan kondisinya yang demikian dia tetaplah seorang ibu bagi anak-anaknya dan seorang isteri bagi suaminya.

Hingga tiba satu malam yang tidak pernah kami duga, beliau sesak nafas dan kehilangan kesadaran. tepat pukul 3 pagi kami terbangun hingga pagi menjelang segala upaya sudah dilakukan namun beliau tak kunjung membaik. Seolah sudah menyadari suatu pertanda bapak saya berkata "ikhlaskan". Para tetangga  berdatangan membaca surat yasin disamping beliau. saya ingin marah, ingin mengusir semua keluar, saya ingin berkata " pergi !!!!!! ibu saya baik-baik saja, dia masih bisa bertahan ia wanita kuattt. pakkk usir semuanya dari sini , ayo cari obat buat bukk."

Tapi lagi-lagi kenyataan seperti menampar saya untuk sadar, beliau sudah terbaring lemas, berwajah pucat,serta kuku-kuku kaki yang mulai memutih dan dingin. Bapak saya pun brrkata "bimbing ibuk".
dengan berat hati saya mengucapkan kalimat syahadat berulang-ulang kali ditelinga beliau sambil berbisik "bukk bangunn." saya terus mengucap syahadat sambil memegang erat jari jemari beliau dan beliaupun memegang erat jari saya,. Hingga saya tertidur sambil memeluk beliau. Genggamannya yang mulai mengendur membangunkan saya, orang-orang sudah lalu lalang seolah sudah mempersiapkan semuanya. Saya terduduk di samping bapak saya, beliau membungkuk dan membisikkan kalimat syahadat untuk terakhir kalinya dan saat itu beliau menghembuskan nafas terakhir. 

Serentak  orang-orang berucap "inallilahi wainailahi rojiun" seketika saya merasa waktu berhenti pandangan saya menghitam, dan dapat saya rasakan kepala saya membentur lantai, apa saya pingsan ? atau saya juga ikut ibuk ? sayup-sayup saya dengar suara kakak-kakak saya menangis, suara bapak saya yang coba menyadarkan saya. Satuhal yang saya sesali, saya tidak bisa ikut mengangkat keranda ibu, karena saya terlalu lemas untuk berdiri, bahkan saya harus di bonceng motor untuk bisa ikut kepemakaman.

Hampir satu tahun lamanya saya mencoba ikhlas, terlalu larut dalam kesedihan dan kehilangan menjadikan saya lemah. Namun sekarang saya ikhlas, bahwa setiap yang hidup pasti akan mati, setiap yang beraga akan hilang, dan setiap yang bernafas akan berhenti. Puisi ini saya publikasikan sebagai bentuk kecintaan saya mengenang beliau, bentuk keikhlasan dan bentuk kerinduan saya kepada beliau.Terimakasih sudah membaca dan meluangkan waktu untuk berkunjung ke blog saya. :)






Komentar

  1. ๐Ÿ˜ญ๐Ÿ˜ญ๐Ÿ˜ญ๐Ÿ˜ญ samangat ya dek,bntr lg kmu bisa buat almh mama bangga,,,,bisa selesai kuliah,sprt harapan mbk n bapak...๐Ÿ˜mama disana udah tenang n bahagia.

    BalasHapus
  2. I remember when you was crying at that time, in front of the class hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Actually i am not crying tho, i am just trying to didn't let my tears fell of. Wkwkw walaupun suaranyo gemetaran pas baca wkwk. So i am just trying to be cool. ๐Ÿ˜…๐Ÿ˜…

      Hapus

Posting Komentar